Minggu, 15 Desember 2019

Lingkungan sosial, Budaya dan Manfaat Negoisasi Bisnis


Lingkungan sosial, Budaya dan Manfaat Negoisasi Bisnis

Lingkungan sosial adalah Suatu sistem norma terhadap individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku dan interaksi mereka serta berkaitan dengan keadaan sistem nilai budaya, adat istihadat dan cara hidup masyarakat yang mengelilingi kehidupan seseorang.
Budaya adalah Suatu kelompok orang dalam cara hidup yang berkembang diwariskan dari generasi ke generasi.
Negoisasi bisnisadalahSuatu bentuk untuk berinteraksi sosial antar beberapa pihak yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan bersama yang dianggap menguntungkan terhadap pihak yang bernegosiasi.
Manfaat Negoisasi tediri dari :
a. Terciptanya suatu jalinan kerja sama antar satu pihak dengan pihak lainnya untuk mencapai tujuan.
b. Memiliki pengertian terhadap masing masing pihak yang bernegosiasi mengenai kesepakatan yang akan di ambil dan dampaknya bagi semua.
c. Negoisasi memiliki manfaat bagi terciptanya suatu kesepakatan bersama saling menguntungkan terhadap semua pihak yang bersangkutan.
d.Terciptanya suatu interaksi yang positif terhadap pihak yang bernegoisasi sehingga terjalin kerjasama akan menghasilkan dampak yang lebih luas bagi banyak orang.




Dalam judul diatas memliki sub-sub bab yang terdiri dari :
A. ASPEK DASAR BUDAYA
Bagi ahli antropologi dan sosiologi, budaya adalah “cara hidup” yang dibentuk oleh sekelompok manusia yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya termasuk kesadaran dan ketidaksadaran akan nilai, ide, sikap, dan simbol yang membentuk perilaku manusia dan diteruskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Seperti didefinisikan oleh seorang ahli antropologi organisasi Geert Hofstede, budaya adalah “tatanan kolektif dari pikiran yang membedakan anggota tersebut dari satu kategori orang dengan orang lainnya.”

1. Pandangan Ahli Antropologi
Seperti diutarakan oleh Ruth Benedict dalam karya klasiknya berjudul The Chrysanthemum and the Sword, tidak peduli betapa aneh tindakan atau pendapat seseorang , cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak mempunyai hubungan dengan pengalamannnya di dunia ini. Tidak masalah jika tindakan dan opini dirasakan sebagai gagasan yang aneh oleh orang lain. Pemasar global yang berhasil harus memahami pengalaman manusia dari sudut pandang lokal dan menjadi orang dalam melalui proses empati budaya.
2. Budaya Konteks Tinggi dan Rendah
Edward T. Hall menyarankan konsep konteks tinggi dan rendah sebagai salah satu cara untuk memahami orientasi budaya yang berbeda. Dalam budaya konteks rendah, pesan nyata; kata-kata membawa sebagian besar informasi dalam komunikasi. Dalam budaya konteks tinggi, tidak terlalu banyak informasi berada dalam pesan verbal. Jepang, Saudi Arabia, dan budaya konteks tinggi lainnya sangat menekankan pada nilai dan posisi atau kedudukan seseorang di masyarakat. Dalam budaya ini, pinjaman dari bank lebih mungkin didasarkan pada siapa Anda daripada analisis formal laporan keuangan. Dalam budaya konteks rendah seperti Amerika Serikat, Swis, atau Jerman, persetujuan dibuat dengan informasi yang jauh lebih sedikit mengenai karakter, latar belakang, dan nilai-nilai. Keputusan lebih didasarkan pada fakta dan angka dalam permintaan pinjaman.
3. Komunikasi dan Negosiasi
Jika bahasa dan budaya berubah, ada tantangan tambahan dalam komunikasi. Misalnya, “ya” dan “tidak” dipergunakan dengan cara yang berbeda antara Negara Jepang dan Negara barat. Hal ini menyebabkan kebingungan dan kesalahpahaman. Dalam bahasa inggris jawaban “ya” atau “tidak” atas sebuah pertanyaan didasarkan pada apakah jawabannya mengiyakan atau menolak. Dalam bahasa Jepang, tidak demikian. Jawaban “ya” atau “tidak” dapat dipergunakan untuk jawaban yang membenarkan atau menolak pertanyaan tadi.
4. Perilaku Sosial
Ada sejumlah perilaku sosial dan sebutan yang mempunyai arti yang berbeda-beda di dalam budaya lain. Sebagai contoh, orang Amerika umumnya menganggap tidak sopan jika makanan di atas piring membubung, membuat keributan ketika sedang makan, dan bersendawa. Namun sejumlah masyarakat Cina merasa bahwa merupakan hal yang sopan jika mengambil setiap porsi makanan yang dihidangkan dan menunjukkan kepuasannya dengan bersendawa.
Perilaku sosial lainnya, jika tidak diketahui, akan merugikan bagi pelancong internasional. Sebagai contoh, di Arab Saudi, merupakan penghinaan jika menanyakan kepada pemilik rumah tentang kesehatan suami/istri.
5. Sosialisasi Antar-Budaya
Dalam memahami suatu budaya berarti memahami kebiasaan, tindakan, dan alasan-alasan di balik perilaku-perilaku yang ada. Sebagai contoh, di Indonesia kebanyakan pada membuang sampah sembarangan. Bahkan budaya lain menganggap membuang sampah itu tidak higienis.
B. Pendekatan Analitis Faktor Budaya
Terdapat beberapa pendekatan dalam negosiasi. Para ahli teori berbeda dalam mengkategorikan berbagai aliran utama yang ada dalam negosiasi, misalnya adalah Daniel Druckman menggambarkan aliran utama dalam teori negosiasi didasarkan atas 4 (empat) pendekatan dalam negosiasi, yaitu negosiasi sebagai penyelesaian puzzle, negosiasi sebagai permainan bargaining, negosiasi sebagai manajemen organisasi, dan manajemen sebagai diplomasi politik. Sementara itu, Howard Raiffa menggambarkan berbagai jenis pendekatan negosiasi yaitu dimensi simetris dan asimetris, dan preskripsi dan deskripsi. Selanjutnya, Linda L. Putnam menyebutkan bahwa terdapat 2 (dua) pendekatan yang umum digunakan dalam negosiasi, yaitu descriptive bargaining dan integrative bargaining.
Dan yang terakhir, I. William Zartman mengenalkan 5 (lima) tingkatan analisis yang berbeda dalam negosiasi, yaitu pendekatan struktural, pendekatan strategis, pendekatan proses, pendekatan perilaku, dan pendekatan integratif. Berikut adalah intisari pendekatan negosiasi yang meliputi fitur dasar, asumsi, serta keterbatasan yang dimiliki oleh masing-masing pendekatan.
1. Pendekatan struktural – menekankan pada makna, posisi, serta kekuatan; dengan asumsi hasil negosiasi adalah win-lose; namun memiliki keterbatasan dalam hal posisi yang dapat menyebabkan hilangnya kesempatan diperolehnya kesepakatan yang saling menguntungkan bagi semua pihak serta terlalu menekankan pada kekuatan.
2. Pendekatan strategis– menekankan pada tujuan, rasionalitas, dan posisi; dengan asumsi hasil negosiasi adalah win-lose; keberadaan solusi adalah optimal dan mengedepankan rasionalitas para pemain; memiliki keterbatasan dalam hal tidak menyertakan penggunaan kekuatan, para pemain tidak dapat dibedakan.
3. Pendekatan proses– menekankan pada pembuatan konsesi perilaku serta posisi; dengan asumsi hasil negosiasi adalah win-lose, respon bersifat reaktif; dan dengan keterbatasan dalam hal terlalu menekankan pada posisi, dan kurangnya prediktifitas
4. Pendekatan perilaku– menekankan pada perlakuan kepribadian; dengan asumsi hasil negosiasi adalah win-lose dan peran dari persepsi dan ekspektasi; dan dengan keterbatasan dalam hal terlalu menekankan pada posisi.
5. Pendekatan integratif– menekankan pada pemecahan masalah, menciptakan nilai, komunikasi, dan hasil negosiasi adalah win-win solutions; dengan asumsi win-win solutions; dan memiliki keterbatasan dalam hal penggunaan waktu serta semua pihak hendaknya memperhatikan dan siap terhadap serangan balik yang dilakukan oleh pihak non-intergratif bargaining.
C. Negoisasi
            Negosiasi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk mengelola atau menangani konflik yang ada di dalam berbagai bidang dan  konteks komunikasi yaitu komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi antar budaya, komunikasi lintas budaya, komunikasi bisnis, komunikasi bisnis lintas budaya, dan komunikasi internasional, dan  komunikasi pemasaran.
            Negosiasi merupakan salah satu bentuk manajemen konflik selain mediasi dan dialog. Negosiasi lebih menekankan pada adanya pertukaran usulan yang ditujukan untuk meminimalisir perbedaan akibat adanya ketidaksesuaian tujuan yang dialami para anggota dengan cara menciptakan sebuah kesepakatan. Umumnya, negosiasi dapat kita temui dalam berbagai bidang kehidupan seperti proses transaksi antara penjual dan pembeli, perjanjian bisnis, interaksi antara pihak manajemen dan buruh dalam sebuah perusahaan, hubungan pernikahan, situasi penyanderaan, kerusakan lingkungan, dan lain-lain.
4. Produk Industri dan Produk Konsumen
a. Produk Industri
Berbagai faktor budaya mempunyai pengaruh penting pada pemasaran produk industri di seluruh dunia dan harus dikenali dalam merumuskan rencana pemasaran global. Beberapa produk industri dapat menunjukkan sensitivitas lingkungan yang rendah, seperti dalam kasus chip komputer, misalnya, atau tingkat tinggi, seperti dalam kasus generator turbin yang mana kebijakan pemerintah untuk “pembelian nasional” menunjukkan bahwa tawaran dari penawar asing itu tidak menguntungkan.
b. Produk Konsumen
Dalam studi menunjukkan bahwa tanpa tergantung pada kelas sosial dan pendapatan, budaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku konsumsi, penggunaan media, dan kepemilikan barang yang tahan lama. Produk konsumen mungkin lebih peka terhadap perbedaan budaya daripada produk industri. Rasa lapar merupakan suatu kebutuhan fisiologis dasar dalam hirarki Maslow pada dasarnya semua orang butuh makan, tapi apa yang akan kita makan sangat dipengaruhi oleh budaya.
Referensi:
Purnomolastu, Agus,Wijaya, 2012. “Negosiasi Berkarakter Lintas Budaya
Widaghdo Djoko, 2010. Ilmu Sosial Budaya Dasar, Jakarta, Bumi Askara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar